Nabi Muhammad SAW merupakan pemimpin Islam terbesar di dunia, baik pada saat itu maupun hingga sekarang. Maka dari itu bagi kita sebagai orang Islam sudah selayaknya mengetahui Kisah Nabi Muhammad baik dari kelahiran, keturunan, maupun hingga saat beliau Sakaratul Maut / Wafat.
Kelahiran dan Masa Kecil Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad lahir pada hari senin 12 Rabi’ul awal pada tahun gajah atau bertepatan dengan tahun 570 Masehi di kota mekkah. Nabi Muhammad lahir dari Ibu yang bernama Siti Aminah Binti Wahap dan Ayah beliau bernama Abdullah Bin Abdul Muthalib.
#Jalur Keturunan Nabi Muhammad SAW
Jalur Ayah: Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Luai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim.
Jalur Ibu: Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab.
Muhammad sudah menjadi yatim dari sejak kecil bahkan saat beliau masih di dalam kandungan, karena ayah beliau Abdullah meninggal dunia saat beliau masih dalam kandungan Ibunya Aminah. Abdullah meninggal di yastrib pada saat perjalanan dagang dan di makamkan disana. Sedangkan Ibunda Nabi Aminah Wafat ketika dalam perjalanan pulang ke kota mekkah sehabis mengunjungi (ziarah) makam Abdullah di yastrib bersama Nabi dan seorang pengasuh bernama Ummu Aiman. Ketika Ibunda Nabi wafat usia beliau masih 6 tahun.
Kini beliau sudah menjadi yatim piatu. Allah telah memanggil kedua orang tua beliau dan Allah pulalah yang akan melindungi dan memelihara anak yang mulia itu selain daripada pengasuhnya Ummu Aiman. Ketika tiba di kota mekkah kemudian Muhammad di serahkan kepada Abdul Muthalib yang merupakan kakek Nabi (ayah dari Abdullah). Muhammad kemudian tinggal dan di asuh oleh kakeknya Abdul Muthalib, hanya dua tahun Muhammad di asuh oleh kakeknya kemudian Abdul Muthalib wafat pada usia 80 tahun. Setelah itu barulah Muhammad di asuh oleh paman beliau bernama Abu Thalib yang merupakan anak dari Abdul Muthalib.
Sejak bersama paman nabi, saat itulah Muhammad mulai belajar berdagang bersama Abu Thalib dan membantu pamannya dalam menjalankan roda kehidupan. Kejujuran, kedisiplinan, keuletan serta kejauhannya dari semua hal yang bersifat keberhalaan, membuat beliau digelari orang dengan nama “Al-Amin” (orang yang jujur atau terpercaya), meskipun pada saat itu beliau masih kecil.
Masa kecilnya juga dilewati dengan menggembalakan kambing penduduk Mekkah dengan imbalan Al Qaraarith, yaitu pecahan uang dinar atau dirham perak yang dapat dipergunakan untuk mencukupi keperluan hidup masa itu. Kejujuran Muhammad dalam menjalankan dagangan dan gembalaan, telah sama-sama diketahui orang dan tidak sedikit yang menitipkan barang dagangannya kepada Muhammad.
Muhammad kecil tidak sedikitpun mengambil untung dari titipan orang tersebut, tidak juga dia berkhianat dalam menjalankan perdagangannya.
Diangkatnya Nabi Muhammad SAW Menjadi Rasul
Pada masa masa menjelang Nabi Muhammad di angkat menjadi rasul pada waktu itu umur beliau 40 tahun, dimana pada saat itu Nabi sering mengasingkan dari keramaian untuk menjauhi hiruk pikuk manusia yang menyembah berhala pada saat itu dengan pergi ke Gua Hira. Sebagaimana diketahui sejak awal, Nabi Muhammad dari kecil tidak pernah mengikuti tata cara beribadah masyarakat sekitarnya yang menyembah berhala yang di buat dari tangan mereka sendiri.
Gua Hira terletang di atas gunung yang sekarang dikenal dengan nama Jabal Nur, Gua Hira berjarak sekitar 6 mil di sebelah utara kota Mekah. Pada saat beliau merima Wahyu untuk pertama kalinya bertepatan pada malam 17 ramadhan, Malaikat Jibril yang di utus oleh Allah untuk menyampaikan wahyu pertama kepada Muhammad.
Wahyu yang pertama kali turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5:
"Bacalah" wahai Muhammad, lalu Nabi menjawah saya tidak dapat membaca. Jibril mengulanginya sampai tiga kali lalu di dekaplah tubuh Muhammad sehingga nafas beliau terasa sesak dan tubuh beliau menggigil kedinginan, sehingga beliaubisa untuk membacanya.
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan,
Dia telah menjadikan manusia dari segumpal darah,
Bacalah! Karena Tuhanmu yang Maha Mulia!
Yang mengajarkan dengan Qalam,
Mengajar manusia apa yang tiada ia ketahui".
Demikianlah Wahyu yang pertama kali di turunkan, dimana malam permulaan turunnya Al-Qur'an tersebut kita kenal dengan malam
"Lailatul Qadar" dan juga disebut
"Malam Seribu Bulan" yang merupakan malam yang penuh kemuliaan sebagaimana Allah berfirman:
"Sungguh, Kami telah menurunkannya pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu ?
Malam kemuliaan itu lebih utama daripada seribu bulan !
Turun malaikat dan Ruh kepadanya dengan izin Tuhannya dengan segala urusan.
Sejahtera ia ! Sampai terbit fajar".
(QS. 97:1-5)
Saat-saat Rasulullah SAW Menjelang Sakaratul Maut
Nabi Muhammad begitu sangat mencintai kita sebagai umatnya, bukti kecintaan beliau kepada umatnya beliau tunjukkan hingga pada saat detik-detik beliau menjelang sakaratul maut.
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al- Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
Itu merupakan khutbah terakhir Rasulullah SAW. Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam dalam.
Pagi itu, matahari kian tinggi tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya Rasulullah sedang terbaring lemah, tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?” tanya orang itu. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
“Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan kembali kedalam.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?” Rasulullah bertanya pada Fatimah
“Tidak tahu ayahku, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut”. kata Rasulullah.
Lalu Fatimah seakan - akan tak kuat menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah itu.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata Jibril.
Semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya'” kata Jibril meyakinkan.
Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik.
“Jibril, betapa sakitnya sakaratul maut ini” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.
Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di samping hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril sambil terus berpaling.
Sesaat kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku” pinta Rasul pada Allah SWT.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya.
"Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu”.
Kemudian Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii, ummatii, ummatii (umatku, umatku, umatku)”.
Rasulullah pun berpulang ke rahmatullah. Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, para sahabat saling berpelukan.
Begitu besar cinta Rasulullah pada kita umatnya sampai detik-detik terakhir hidupnya pun beliau tetap mengingat dan meng-khawatirkan kita. Kini, mampukah kita mencintai beliau seperti itu? Minimal sisipkanlah Sholawat kepada beliau di setiap do'a kita.